Jumat, 27 April 2012

Qashshashil Qur'an


A.    Pengertian Qashshashil Qur'an
Kata qashash berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari kata qishash yang berarti tatabbu al-atsar (napak tilas/ mengulang kembali masa lalu). Arti ini diperoleh dari uraian Al-Quran pada surat Al-Kahfi (18) ayat 64:
فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا
Artinya:
"Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. " (QS. Al-Kahfi 18): 64)
Menurut istilah, qashshashil Qur'an ialah kisah-kisah dalam Alquran yang menceritakan ikhwal umat-umat dahulu dan Nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang. Di dalam Alquran, banyak diceritakan umat-umat dahulu dan sejarah Nabi/para Rasul serta ihwal negara dan prilaku bangsa-bangsa kaum dahulu.
Kisah-kisah Al-Quran pada umumnya mengandung unsur pelaku (as-sakhsiyyat), peristiwa (ahdats), dan dialog (al-hiwar). Ketiga unsur ini terdapat pada hampir seluruh kisah Al-Quran seperti lazimnya kisah-­kisah biasa. Hanya saja peran ketiga unsur itu tidaklah sama, sebab boleh jadi salah satunya hilang. Satu-satunya pengecualian ialah kisah Nabi Yusuf, yang mengandung ketiga unsur itu dan terbagi menurut teknik tusah biasa. Cara semacam ini tidak ditemui pada kisah lain. Hal ini karena kisah Al-Quran pada umumnya bersifat pendek (uqshush). Berikut ini merupakan uraian lebih lanjut ketiga unsur itu.
1.      Pelaku
Pelaku kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Quran tidak hanya manusia, tetapi malaikat, jin, bahkan burung dan semut.
a.      Binatang
Semut, sebagai pelaku kisah yang dijelaskan ayat di atas, memperingatkan teman-temannya agar tidak terinjak oleh Nabi Sulaiman dengan bala tentaranya. Contoh lainnya adalah burung hud-hud yang menjadi mata-mata bagi Nabi Sulaiman untuk mem­berikan informasi tentang kerajaan Saba' yang dipimpin Ratu Balkis. (QS. An-Naml (27) ayat 20).
b.      Malaikat
Contoh adalah kisah malaikat yang terdapat dalam surat Hud (11) ayat 69-83 Ayat itu mengisahkan bahwa malaikat-malaikat datang kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Luth dengan menjelma sebagai tamu. Demikian pula malaikat datang kepada Maryam dalam bentuk manusia, sebagaimana dikisahkan dalam surat Maryam (10) ayat 10 - 21.
c.       Jin
Dalam kisah Nabi Sulaiman, jin digambarkan mempunyai bentuk lain yang gemanya dapat dilihat pada syair jahili sebelum Nabi Muhanunad SAW., terutama syair-syair An-Nabighah. Dalam kisah ini, di antara jin-jin itu ada yang menjadi tukang selam (ghawas), arsitek (banna), pemahat, pembuat patung, dan sebagainya, seperti dijelaskan pada surest Saba' (34) ayat 12.
d.      Manusia
Dalam kisah-kisah Al-Quran yang pelakunya berupa manusia, lebih. banyak diceritakan tentang laki-laki daripada wanita. Di antara mereka adalah para nabi, orang biasa (seperti Fir'aun), dan lainnya. Adapun pelaku kisah dari kalangan wanita di antaranya adalah Maryam dan Hawa. Perlu dicatat bahwa perempuan dalam Al­-Quran selalu disebut dengan kata "orang perempuan" (imra'ah), baik sudah menikah maupun belum, sebagaimana dapat dilihat pada surat An-Naml (27) ayat 23, atau kata "perempuan Nuh", "perempuan Ibrahim", dan sebagainya.
Satu-satunya pengecualian dalam hal ini adalah Maryam (Ibu Nabi Isa) yang- disebutkan namanya dengan jelas. Hal ini dikarenakan faktor tertentu, yakni Nabi Isa telah dianggap oleh sebagian umatnya sebagai "Putra Allah". Al-Quran lalu berusaha menghapuskan anggapan yang salah ini dengan cara menjelaskan bahwa Isa adalah "anak Maryam" dan bahwa ia dilahirkan dalam keadaan tak berayah, seperti halnya Nabi Adam. Oleh karena itu, Al-Quran menyebut nama Maryam berulang-ulang.
2.      Peristiwa
Hubungan antara peristiwa dengan pelaku pada setiap kisah amatlah jelas karena kedua hal itu merupakan unsur-unsur pokok suatu kisah. Tidak dapat dibayangkan adanya pelaku tanpa peristiwa yang dialaminya. Peristiwa itu sendiri dapat dibagi menjadi tiga bagian:
a.      Peristiwa yang berkelanjutan
Misalnya, seorang nabi diutus kepada suatu kaum, kemudian mereka mendustakannya dan meminta ayat-ayat (bukti) yang menunjukkan kebenaran dakwah dan kerasulannya. Kemudian datanglah ayat (bukti) yang mereka minta, tetapi mereka tetap saja mendustakannya.
b.      Peristiwa yang dianggap luar biasa
Yaitu peristiwa-peristiwa yang didatangkan Allah melalui para rasul-Nya sebagai bukti kebenarannya, seperti mukjizat­-mukjizatnya para Nabi. Lihatlah surat Al Maidah (5) ayat 110­
c.       Peristiwa yang dianggap biasa
Yaitu peristiwa biasa yang dilakukan oleh orang-orang yang di­kenal sebagai tokoh, baik rasul maupun bukan, sebagai manusia biasa yang makan dan minum. Lihatlah firman Allah pada surat Al Maidah (5) ayat 116 - 118.
3.      Percakapan (Dialog)
Tidak semua kisah mengandung percakapan, seperti kisah yang bermaksud menakut-nakuti, tetapi ada pula kisah yang sangat menonjol percakapannya seperti kisah Nabi Adam a.s. dalam surat Al A'raf (7) ayat 11 - 25, surat Thaha (20) ayat 9 - 99, dan lainnya.

B.     Macam-macam Kisah dalam al-Quran
Di dalam Al-Quran banyak dikisahkan beberapa peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah. Dari Al-Quran dapat diketahui beberapa kisah yang pernah dialami orang-orang jauh sebelum kita sejak Nabi Adam; seperti kisah para Nabi dan kaumnya. Kisah orang-orang Yahudi, Nasrani, Sabi'in, Majuzi, dan lain sebagainya.
Selain itu Al-Quran juga menceritakan beberapa peristiwa yang jadi di jaman Rasulullah SAW. seperti kisah beberapa peperangan (Badar, Uhud, Hunain) dan perdamaian (Hudaibiyah) dan lain sebagainya.
Kisah dalam Al-Qur'an dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
  1. Ditinjau dari Segi Waktu
Ditinjau dari segi waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam Alquran, maka qashshashil Qur'an itu ada tiga macam, sebagai berikut:
a.      Kisah hal-hal ghaib pada masa lalu (al-qashashul ghuyub al-madhiyah)
Yaitu, kisah yang menceritakan kejadian-kejadian ghaib yang sudah tidak bisa ditangkap panca indera, yang terjadinya di masa lampau.
Contohnya seperti kisah-kisah Nabi Nuh, Nabi Musa, dan kisah Maryam, sebagaimana yang diterangkan dalam ayat 44 surah Ali Imran:
ذَلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُونَ أَقْلامَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُونَ
"Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami wahyukan kepada kamu (ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa." (QS. Ali
b.      Kisah hal-hal ghaib pada masa kini (al-qashashul ghuyub al-hadhirah).
Yaitu, kisah yang menerangkan hal-hal ghaib pada masa sekarang, (meski sudah ada sejak dulu dan masih akan tetap ada sampai masa yang akan datang) dan yang menyingkap rahasia orang-orang munafik.
Contohnya seperti kisah yang menerangkan tentang Allah SWT dengan segala sifat-sifat-Nya, para malaikat, jin, setan, dan siksaan neraka, kenikmatan surga, dan sebagainya. Kisah-kisah tersebut dari dahulu sudah ada, sekarang pun masih ada dan hingga masa yang akan datang pun masih tetap ada. Misalnya, kisah dari ayat 1-6 surah Al-Qari'ah:
الْقَارِعَةُ, مَا الْقَارِعَةُ, وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ, يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ, وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ
Hari Kiamat, apakah hari Kiamat itu? Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu? Pada hari itu manusia seperti anai-anai yang bertebaran, dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. (QS. Al-Qari'ah: 1-6)
c.       Kisah hal-hal ghaib pada masa yang akan datang (al­gashashui ghuyub al-mustaqbilah)
Yaitu kisah-kisah yang menceritakan peristiwa­-peristiwa akan datang yang belum terjadi pada waktu turunnya Alquran, kemudian peristiwa tersebut betul-betul terjadi. Karena itu, pada masa sekarang ini, berarti peristiwa yang dikisahkan itu telah terjadi. Contohnya seperti kemenangan bangsa Romawi atas Persia, yang diterangkan ayat 1-4 surah Ar-Rum. Dan seperti mimpi Nabi bahwa beliau akan dapat masuk Masjidil Haram bersama para sahabat, dalam keadaan sebagian mereka bercukur rambut dan yang lain tidak. Pada waktu perjanjian Hudaibiyah, Nabi gagal masuk Mekkah, sehingga diejek orang-orang Yahudi, Nasrani, dan kaum Munafik, bahwa mimpi Nabi itu tidak terlaksana. Maka turunlah ayat 27 surah Al-Fath:
لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لا تَخَافُونَ
"Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidilharam, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut." (QS. Al-Fath: 27)
  1. Ditinjau dari Segi Materi
Jika ditinjau dari segi materi yang diceritakan, maka kisah Alquran itu terbagi menjadi 3 macam, sebagai berikut:
a.       Kisah para nabi, mukjizat mereka, fase-fase dakwah mereka, dan penentang serta pengikut mereka. Contohnya, seperti kisah Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Muhammad SAW dan lain-lain.
b.      Kisah orang-orang yang belum tentu Nabi dan kelompok-kelompok manusia tertentu. Contohnya seperti kisah Luqmanul Hakim, Qarun, Thaluth, Yaqut, Ashabul Kahfi, Ashabul Fiil, Ashhabus Sabti, dan lain-lain.
c.       Kisah peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian di zaman Rasulullah SAW. Contohnya seperti kisah Perang Badar, Perang Uhud, Perang Hunain, Perang Tabuk, Perang Ahzab, Hijrah, dan Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW.

C.     Faedah Qashshashil Qur'an
Adanya beberapa kisah dalam Alquran membawa banyak faedah, yang penting di antaranya sebagai berikut:
1.      Menjelaskan prinsip dakwah kepada agama Allah dan keterangan pokok-pokok syariat yang dibawa oleh masing-masing Nabi/Rasul. Contohnya seperti keterangan ayat 25 surah A1-Anbiya:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS. An-Anbiya: 25)
2.      Mantapkan hati Rasulullah dan ummatnya serta memperkuat keyakinan kaum mukmin terhadap kemenangan yang benar dan kehancuran yang fatal. Contohnya seperti penjelasan ayat 120 surah Hud:
وَكُلا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. (QS. Hud: 120)
3.      Mengoreksi pendapat para ahli kitab yang sutra menyembunyikan keterangan dan petunjuk­-petunjuk kitab sucinya dan membantahnya dengan argumentasi-argumentasi yang terdapat pada kitab­-kitab sucinya sebelum diubah dan diganti oleh mereka sendiri. Contohnya seperti keterangan ayat 93 surah Ali Imran:
كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ قُلْ فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
"Semua makanan adalah halal bagi Bani Israel melainkan makanan yang diharamkan oleh Israel (Yakub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: "(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar". (QS. Ali Imran: 93)
4.      Lebih meresapkan pendengaran dan memantapkan keyakinan dalam jiwa para pendengarnya, karena kisah-kisah itu merupakan salah satu dari bentuk peradaban. Contohnya seperti penjelasan ayat 111 surah Yusuf:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لأولِي الألْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. Yusuf: 111)
5.      Untuk memperlihatkan kemukjizatan Alquran dan kebenaran Rasulullah di dalam dakwah dan pemberitaannya mengenai umat-umat yang dahulu ataupun keterangan-keterangan beliau yang lain. Contohnya seperti keterangan ayat 27 surah Al-Fath.
6.      Memperlihatkan para Nabi dahulu dan kitab-kitab sucinya, serta mengabadikan nama baik dan jasa­jasanya. Contohnya seperti penjelasan ayat 111 surah Yusuf.
7.      Menunjukkan kebenaran Alquran dan kebenaran kisah-kisahnya, karena segala yang dijelaskan Allah dalam Alquran adalah benar. Hal ini seperti yang ditegaskan Allah SWT dalam ayat 13 surah Al-Kahfi:
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ
Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. (QS. Al-Kahfi: 13)
8.      Menanamkan pendidikan akhlakul karirnah dan mempraktikkannya, karena keterangan kisah-kisah yang baik itu dapat meresap dalam hati nurani dengan mudah dan baik, serta mendidik untuk meneladani yang baik dan menghindari yang jelek. Contohnya seperti keterangan ayat 111 surah Yusuf.

D.     Pengulangan Sebagian Kisah dan Hikmahnya
Di dalam kitab suci Alquran banyak kisah yang disebutkan berulang-ulang, bahkan sampai beberapa puluh kali. Ada satu kisah yang disebutkan sampai 126 kali, seperti kisah Nabi Musa a.s. Kisah Nabi Adam disebutkan dalam surah Al-Baqarah, Ali Imran, Al-Maidah, dan lain-lain. Kisah Nabi Ismail, disebut sampai 12 kali, Nabi Dawud disebut 16 kali, Nabi Ishaq disebut 17 kali, Nabi Luth disebut 27 kali, Nabi Ibrahim disebut 99 kali dan Nabi Musa disebut 126 kali.
Hanya saja pengulangan kisah-kisah itu dalam bentuk kalimat yang berbeda-beda, kadang-kadang secara singkat, sedang atau panjang lebar.
Hikmah diulangnya sebagian kisah Alquran itu, sebagai berikut:
1.      Menjelaskan ketinggian mutu sastra balaghah Alquran, terbukti bisa mengungkapkan kisah sampai beberapa kali tetapi dalam ungkapan yang berlainan sehingga tidak membosankan bahkan mengasyikkan pendengarnya.
2.      Membuktikan ketinggian mukjizat Alquran, yakni bisa menjelaskan satu makna (satu kisah) dalam berbagai bentuk kalimat yang bermacam-macam. Orang Arab tetap mampu untuk menandinginya dengan membuat satu surah saja yang seperti Alquran itu.
3.      Untuk lebih memperhatikan kepada pentingnya kisah­-kisah Alquran sehingga perlu disebutkan dengan berulang-ulang sampai beberapa kali, agar dapat lebih meresap dalam jiwa, dan lebih terpatri dalam hati sanubari. Sebab, cara pengulangan termasuk salah satu teknik memperkuat peresapan dan salah satu bukti meningkatkan perhatian.
4.      Menunjukkan perbedaan tujuan dari tiap-tiap kali pengulangan penyebutan kisah Alquran itu, sehingga menunjukkan banyaknya tujuan penyebutan kisah sebanyak pengulangannya. Sebab, penyebutan suatu kisah yang pertama berbeda tujuannya dengan penyebutannya yang kedua, ketiga, dan seterusnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar